Ia
terbangun dari tidurnya, sebentar menggeliat dalam tumpukan jerami, kemudian
menatap ke atas. Ia tersenyum, menengadahkan kepalanya seraya menghirup aroma
dari pancarannya. Matahari, cintanya, menyapanya lagi, membuat ia lupa kejadian
kemarin. Ia memandangi cintanya dengan tetap tersenyum, ia sangat percaya
cintanya juga mencintainya. Cintanya selalu membangunkannya di waktu yang sama.
Cintanya selalu membuat tubuhnya segar dan sehat. Cintanya telah memperlihatkan
dunia kepadanya. Cintanya selalu membanjirinya sapaan hangat nan lembut. Tiada
yang lain, yang lebih dicintainya melebihi cintanya pada Cintanya.
Cintanya
kini pelan-pelan mengangkasa, membuat cahaya semakin kuat. Dengan tersenyum, ia
berbisik pada Cintanya, ‘Kau cemburu, sayang ?’ . Ia kembali pada
fokusnya, memotong kayu, membersihkannya, membuat kayu-kayu itu dapat
dipertukarkan dengan kebutuhannya. Cintanya tetap berada di atas lelaki itu,
setia menemaninya mengolah kayu. Dengan teriknya, Cintanya menghujani nikmat
yang sangat disukai oleh lelaki itu. Lelaki itu terus menebang, memotong, dan
menghaluskan kayu-kayu, jika lelah ia duduk di bawah pohon-pohon seraya berucap
pada Cintanya. Menceritakan betapa lelahnya ia ketika memotong gulungan kayu
itu atau menebang pohon tinggi itu dengan gergaji. Ia juga memperlihatkan pada Cintanya
akan otot-otot kekarnya dengan bangga. Jeda, ia meneguk air, lalu meletakkannya
kembali gelas air dengan terbuka, ia percaya Cintanya akan menghangatkan air
itu.