Jumat, 14 Februari 2014

Jingga, Cinta Saya Berlalu …



Ia terbangun dari tidurnya, sebentar menggeliat dalam tumpukan jerami, kemudian menatap ke atas. Ia tersenyum, menengadahkan kepalanya seraya menghirup aroma dari pancarannya. Matahari, cintanya, menyapanya lagi, membuat ia lupa kejadian kemarin. Ia memandangi cintanya dengan tetap tersenyum, ia sangat percaya cintanya juga mencintainya. Cintanya selalu membangunkannya di waktu yang sama. Cintanya selalu membuat tubuhnya segar dan sehat. Cintanya telah memperlihatkan dunia kepadanya. Cintanya selalu membanjirinya sapaan hangat nan lembut. Tiada yang lain, yang lebih dicintainya melebihi cintanya pada Cintanya.
Cintanya kini pelan-pelan mengangkasa, membuat cahaya semakin kuat. Dengan tersenyum, ia berbisik pada Cintanya, ‘Kau cemburu, sayang ?’ . Ia kembali pada fokusnya, memotong kayu, membersihkannya, membuat kayu-kayu itu dapat dipertukarkan dengan kebutuhannya. Cintanya tetap berada di atas lelaki itu, setia menemaninya mengolah kayu. Dengan teriknya, Cintanya menghujani nikmat yang sangat disukai oleh lelaki itu. Lelaki itu terus menebang, memotong, dan menghaluskan kayu-kayu, jika lelah ia duduk di bawah pohon-pohon seraya berucap pada Cintanya. Menceritakan betapa lelahnya ia ketika memotong gulungan kayu itu atau menebang pohon tinggi itu dengan gergaji. Ia juga memperlihatkan pada Cintanya akan otot-otot kekarnya dengan bangga. Jeda, ia meneguk air, lalu meletakkannya kembali gelas air dengan terbuka, ia percaya Cintanya akan menghangatkan air itu.

Lelah seharian, biasanya ia tertidur di saat Cintanya menatapnya dengan malu-malu, jingga. Ia terus memandang Cintanya yang kini berubah lebih tenang. Ia tak pernah melihat hari tanpa Cintanya. Ia kemudian tersentak untuk ingin tahu, kemana Cintanya setelah berubah menjadi jingga. Tak pernah ia merasakan seperti detik ini, lelaki ini gusar dan gelisah. Apakah Cintanya benar-benar selalu menemaninya ? apakah Cintanya akan selalu menyapanya ? apakah Cintanya benar-benar juga mencintainya ?. Ia kembali duduk dari rebahannya, ia berjanji tidak akan tertidur pada detik itu. Dengan keras ia melawan semua kantuk dan lelahnya. Ia terus menjawab pada hatinya, bahwa Cintanya jelas selalu dan akan selalu menemaninya. Ia terus mengingat kebaikan-kebaikan Cintanya yang selalu menyapanya ketika ia terbangun, yang slalu menemaninya bekerja, yang selalu menyelimuti dirinya ketika tertidur dengan hangat.
Berkali-kali lelaki itu menguap, ia terus memandang angkasa, tempat Cintanya berada. Tak lepas sedetikpun dari pandangannya. Pelan-pelan ia melihat mata Cintanya berwarna jingga, sangat lembut. Diujung sana, ia terus memandangi mata Cintanya yang anggun menarik diri, seolah hendak bersembunyi. Detik demi detik berganti, lelaki itu duduk dengan gelisah. Sepertinya apa yang ditakutkan akan datang. Cintanya tak selalu menemaninya, Cintanya tak selalu melihatnya, Cintanya tak benar-benar mencintainya. Lelaki itu merasa tertampar, dadanya sesak melihat Cintanya meninggalkannya entah kemana. Benar saja, detik ini angkasa berganti menjadi hitam, gelap, kekurangan cahaya. Ia tak bisa melihat apa-apa di sekelilingnya, ini kali pertama. Ia terisak, menangis, tak mempercayai bahwa Cintanya pergi meninggalkannya. Tangisnya semakin hebat, hingga ia merasakan tubuhnya tak dirasai lagi. Ia telah terbang ke alam yang lain.
--
Cintanya seolah meminta maaf padanya, menerpa dengan teriknya hingga lelaki itu terbangun. Lelaki itu terbangun dengan terus mengingat kejadian semalam, ia memandangi angkasa, ia mencari mata Cintanya, ia hendak memarahinya dan bertanya, apakah Cintanya benar-benar mencintainya ?. Ia kini ingin tahu kemana Cintanya pergi pada detik itu. Lelaki itu terus bertanya Cintanya, namun Cintanya tak sedikitpun menjawab. Hanya cahaya dan terik Cintanya yang ia rasakan. Diam-diam lelaki itu terus menyakini dirinya bahwa Cintanya mencintainya juga, dan selalu memberinya cinta kasih. Lalu, lelaki itu bertekad akan mencari kemana cintanya pergi pada detik-detik itu.
--
Ia menanti Cintanya pergi setelah Cintanya mulai berubah menjadi warna jingga. ia mengekor pada mata Cintanya. Cintanya pergi ke arah barat. Lelaki itu bersiap menuruni hutan, ia terus mengekori mata Cintanya yang sangat cepat berlari. Ia menuruni hutan, melewati sungai, melewati perkebunan-perkebunan. Ia terus memusatkan perhatian pada Cintanya, di tengah-tengah hal-hal ajaib yang baru kali ini ia lihat. Tadi, ia melewati beberapa perkebunan, entah itu buah apa, bulat berwarna merah, ia melihat banyak orang menyiraminya, memetiknya. Ia kemudian melewati orang-orang yang sangat banyak ditengah orang-orang membuka lapak-lapak buah, sayur, dan barang-barang lain yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Ia kini berada ditengah-tengah lautan manusia dan bangunan-bangunan yang begitu tinggi. Ia mengerutkan dahi mengapa ada tempat seperti ini. Ia tertegun melihat manusia-manusia yang lain, memakai pakaian beragam bentuk, memakai barang-barang yang ia tak tahu itu apa. Ia coba mendekati salah satu manusia, ia tersentak pada bau harum dari tubuh manusia itu, itu bukan bau daun atau bunga-bungaan seperti di hutan.
Lelaki itu hanya mengenal satu manusia yang jarang berbicara. Manusia itu hanya memberinya makanan, pakaian, dan minuman yang ditukarkan dengan sepotong-dua potong kayu olahannya. Manusia pembeli kayu itu tak banyak berbicara, manusia itu hanya berbicara dengan yang disebut ia radio di dalam mobilnya. Kini, ia melihat manusia-manusia berserakkan berbicara, tertawa, menangis, menggerutu, atau berteriak. Tak pernah dalam fikirannya, bahwa manusia bisa sebanyak ini, manusia bisa bergerak seperti ini, manusia bisa serumit ini. Lelaki ini seperti makhluk asing yang berada ditengah lautan manusia. ini hanya masalah manusia, belum lagi masalah bangunan-bangunan yang begitu kokoh dan tinggi menjulang atau lampu-lampu dengan cahaya berwarna-warni.
Otaknya kini berputar dan terasa penuh untuk memikirkan semua ini. matanya menjadi susah untuk berkonsentrasi hanya pada mata Cintanya. Sedangkan, mata Cintanya dengan sangat cepat beranjak dari angkasa. Sebentar lagi, mata Cintanya akan bersembunyi lagi dengan malu-malu. Dengan sedih dan lelah, ia merelakan Cintanya pada detik ini pergi meninggalkannya.
--
Ia berlari, terus berlari. Menuruni hutan, melewati sungai, melewati bangunan-bangunan tinggi, menabrak manusia-manusia berbau harum, berlari terus, tak kenal lelah dan malu. Ia merasa dirinya diperhatikan oleh manusia-manusia lain, tapi dia acuh. Ia hanya menginginkan Cintanya, Cintanya dalam hidupnya, satu-satunya hal yang mampu membuat ia tersenyum. Manusia-manusia lain mungkin memiliki cinta lain. Manusia-manusia lain tak akan mengerti rasa cintanya pada Cintanya, Matahari.
--
Detik berganti detik, namun ia belum bisa menemukan dimana Cintanya pada detik itu. Ia terus berlari ke arah barat. Cintanya yang selalu ia temukan ketika ia terbangun dan bekerja, Cintanya yang selalu ia percaya akan menemaninya, Cintanya yang ia percaya juga mencintainya. Ia sedih sekaligus marah, ia merasa cintanya telah mengkhianatinya. Kemana cintanya mendua. Ia terus berlari mengejar Cintanya. Terbesit dalam fikirannya untuk bertanya pada manusia lain, tapi apa manusia lain mengetahuinya ? apa manusia lain juga memperhatikan Cintanya ?. Tiba-tiba, pipinya memerah, apakah manusia lain juga mencintai Cintanya, apakah manusia lain juga dicintai oleh Cintanya ? apakah manusia lain mendapat kasih cinta dari Cintanya ?. Dadanya sesak, lelaki itu cemburu. Ia terus menggerakkan kakinya berlari ke arah barat. Barat ..
--
Ia merasakan nafasnya terengah-engah, ia meneguk air. Ia membutuhkan istirahat. Badannya kini terduduk, menyandarkan tubuh pada dinding sebuah bangunan bewarna putih, meluruskan kakinya sambil mengatur nafasnya yang tak jelas ritmenya. Ia memandangi angkasa yang belum ditinggalkan oleh cintanya. Pelan-pelan, ia berbisik pada dirinya, ‘sayang, mengapa kau melakukan ini padaku ? apakah kau tidak mencintaiku ?’. matanya kini menerawang pada hilir mudik manusia-manusia bergerak.
Seorang manusia dengan rambut berwarna putih, gigi yang tak penuh lagi, pakaian bercorak cokelat dan bertopi melingkar yang tak bagus lagi mendekati lelaki itu. Manusia tua itu membawa semacam tongkat untuk menggail sampah dan memasukkan pada karung yang diselempangkan di balik tubuhnya.
‘kamu darimana, Nak ? kalau boleh tahu, hendak apa ke Kota ?’ ujar manusia tua itu memulai.
Lelaki itu mengernyitkan dahi, sambil berfikir perlukah ia bertanya pada manusia tua itu, mungkin hanya sia-sia saja. ‘dari hutan itu’ jawabnya sambil menunjuk pada tumpukkan pohon-pohon yang terlihat kecil dari tempat ini. ‘saya hendak menjemput cinta saya’ tambah lelaki itu lantang.
‘oh.. jauh sekali, jalan kaki ? tahu dimana cinta kamu berada sekarang ?’ Tanya manusia tua itu dengan agak terkejut pada perjalanan lelaki muda itu.
‘entahlah dimana, tak tahu harus kemana dan bagaimana’ jawabnya lelah.
‘kau bertengkar dengannya ? kenapa ia pergi ?’ selidik manusia tua itu penasaran. ‘maaf mungkin kakek bisa membantu’.
Kakek ? pikir lelaki itu, sebutan untuk manusia tua itu kakek .. lelaki itu merasa nyaman berbicara dengan kakek itu, tidak pada manusia pembeli kayu itu. Ia akhirnya memutuskan untuk menceritakan Cintanya. ‘apa mungkin, cinta saya sudah tidak mencintai saya lagi ? Apa kakek pernah mencintai sesuatu ?’.
‘hemm.. kakek tahu rasanya cinta. Ada sesuatu yang sangat-sangat kakek cintai. Memangnya, siapa nama yang kamu cintai itu ?’
‘namanya .. matahari’
‘wow nama yang terdengar cantik’
‘iya kek, memang cantik .. sekarang dia berwarna jingga, sebentar lagi dia meninggalkan kita ..’ jawab lelaki itu dengan mata berkaca-kaca.
‘maksudnya .. kita , apa Nak ?’ Tanya kakek heran
‘itu .. itu cinta saya .. dia selalu membangunkan saya dan menidurkan hari-hari saya, sekarang saya baru tahu, kalau cinta saya pada saat saya tertidur pergi meninggalkan saya, menduakan saya .. ‘ jawabnya sedih sambil menunjuk mata Cintanya.
‘hahaha.. kamu serius nak, mencintai matahari .. matahari yang itu !! ‘ ujar kakek dengan kerutan senyum diwajah sambil menunjuk-nunjuk ke atas.
Lelaki itu tersinggung, seperti yang ia duga tidak ada gunanya berbicara pada kakek tua itu. ‘iya kenapa kek ? salah ? matahari sangat berarti bagi saya, saya tidak dapat melihat dan bekerja tanpa sinar matahari itu, benar .. kakek tak pernah mengenal cinta ..’ jawab lelaki itu dengan setengah teriak.
‘hehehe.. maaf maaf kakek salah’ kakek mengatur nafasnya, dan berbicara dengan serius, ‘iya kakek bersyukur adanya matahari, kakek senang ada matahari, kakek suka, bukan cuma kakek, semua manusia di sini, pasti menyukai matahari ada di sini .. tapi kamu mengejar matahari karena ia terbenam ?’
‘terbenam ?’
‘iya itu kejadian alam, matahari terbit dari timur, dan terbenam dari barat .. kau tahu bahwa bumi ini bulat’
‘bumi bulat ?’
‘hehe, kau macam manusia hutan Nak, ini tanah .. tanah ini berada di lapisan bumi. Bumi itu apa yang kita injak sekarang. Nah, bentuk bumi itu bulat .. bisa berputar, matahari ada di sana ..  sangat jauh, bulat juga, seperti bola api. Matahari juga berputar’
‘kakek tahu darimana ? apa itu benar ?’
‘dari cucu kakek yang sekarang sekolah dasar, dari buku-buku, penemuan, jelas benar. Bulat bumi bisa dirasakan kita saat ini’ kakek berucap dengan bangga seperti guru, ‘lihat hutan kamu .. kau bisa lihat kenapa pohon-pohon di hutan itu terlihat kecil dan rendah ?’
Lelaki itu menggelengkan kepala, ‘mungkin karena jauh’
‘iya, hutan kamu terlalu jauh hingga mata tak mampu melihat yang sebenarnya, bahwa pohon di hutan kamu itu besar dan tinggi. Dan bumi itu bulat hingga membuat kita yang melihat dari sini, pohon itu berada di bawah kita. Seperti tanah ini menurun bukan ? atau coba lihat mobil yang berjalan itu .. kenapa menghilang setelah ia jauh ? karena bumi ini bulat, ia tak menghilang, hanya ke bagian atau tanah di bagian yang lain, Nak’
‘berarti matahari juga tidak menghilang, hanya berpindah ke bagian lain ?’
‘benar. Bumi ini berputar, bergerak. Matahari juga bergerak. Jadi matahari bisa berada di tempat-tempat yang lain’
‘kenapa saya tak merasakan kalau bumi itu berputar ? dan apakah matahari tetap mencintai saya ?’
‘tidak terasa karena bumi berputar sangat cepat, sampai-sampai manusia-manusia tidak merasakan. Mm.. Matahari mungkin tidak mencintaimu, Nak. Matahari tidak berbicara, dia hanya makhluk mati’
‘mati .. tidak mungkin, matahari yang membangunkan saya, menidurkan saya, menghangatkan saya ..’
‘kita hidup di dunia, mengenal benda mati dan makhluk hidup. Benda mati itu semua benda yang mati, tidak berbicara, tidak berfikir, tidak makan, seperti matahari, hanya berjalan sesuai perintah Sang Pencipta. Makhluk hidup itu semua hal yang bisa tumbuh, berfikir, makan, dll seperti kita, manusia, hewan, tumbuhan ..’
‘hemm .. siapa yang membuat itu semua ?’
‘Sang Pencipta, yang Maha Menciptakan dan Maha Mengatur’
‘dimana dia ? saya ingin meminta matahari terus berada di atas saya’
‘haha.. kau tak mengenal siapa Sang Pencipta, lihatlah ..’ perintah kakek menunjuk bulatan berbinar ketika matahari telah meninggalkan kami. Matahari di kota telah berganti dengan lampu-lampu buatan manusia. lelaki itu jadi bisa melihat indahnya kota. Lalu, lelaki itu terheran adanya bulatan berbinar di malam hari. ‘itu bukan matahari, itu bulan tidak bercahaya seperti matahari .. kau tahu, kau dan kakek dicintai oleh Sang Pencipta .. Matahari datang ketika orang-orang bekerja dan bergerak agar kita semua bisa hidup. Dan bulan datang ketika manusia-manusia tertidur, beristirahat. Kau bisa merasakan lebih nyaman mana tertidur di bawah terik matahari atau ketika malam hari seperti ini, kau bisa merasakan keheningan pada malam hari .. Sang Pencipta telah mengatur kehidupan sebegitu hebat dan baiknya, Nak. Sang Pencipta memberi cinta kasih pada kita semua‘ terang kakek dengan mata berbinar pula.
‘saya mencintai matahari kek ..’ ujar lelaki itu meskipun menyetujui ucapan kakek.
‘kau bisa terus bertemu dengan matahari di dunia, kau telah diberi kasih sayang oleh Sang Pencipta, matahari juga ciptaan Sang Pencipta, Nak. Dan telah diatur sedemikian baiknya untuk kita oleh Sang Pencipta. Sang pencipta berada sangat dekat pada dirimu, Nak. Kau harus berterimakasih pada Sang Pencipta’ kakek menghela nafas, ‘kalau kau ingin matahari selalu di atasmu, berarti kau hanya mementingkan diri sendiri, kau tak melihat keinginan manusia-manusia lain. Lagipula, hanya Sang Pencipta yang berhak mengatur dan menjalankan ciptaan-Nya. Sang Penciptalah yang Maha Mengetahui. Misalnya, kau punya sehelai daun, lalu kakek ingin daun itu dirobek-robek, apa kau memberikan daun itu pada kakek?’
Lelaki itu menggelengkan kepala
‘padahal daun itu bukan milik kau, Nak. Daun itu hanya ketika itu berada di tangan kamu. Semua di dunia ini milik Sang Pencipta. Semuanya, termasuk sehelai daun itu. Jadi, kau tak perlu mengejar matahari lagi. Karena matahari memang ada waktunya terbit dan terbenam, Nak. Yang kau perlukan adalah berterimakasih pada Sang Pencipta, yang memberi waktumu saat ini berjumpa dengan matahari, bulan, manusia, dll.’ Kakek tersenyum, ‘jika begitu, mengapa kau tak mencintai Sang Pencipta ? yang memberimu cinta kasih tak terhingga’
Lelaki itu terdiam, berfikir.
‘kau tahu, apa perbedaan manusia dengan hewan dan tumbuhan ?’
Lelaki itu menggeleng.
‘manusia adalah makhluk yang bisa berfikir. Berfikirlah Nak untuk tahu semua hal’
lelaki itu menatap dengan mata menerawang, ‘apa jadinya jika manusia tidak berfikir ?’
‘jadi manusia yang tidak tahu, tidak tahu apa-apa, padahal di sana, di tempat yang lain, ada berbagai hal yang sangat menakjubkan’
‘apa saya termasuk manusia yang tidak berfikir ?’
‘berfikir, kemudian bertanya. Temukan jawaban. Kau bisa mulai berfikir dari detik ini, Nak’ ucap kakek sambil menepuk bahu lelaki itu.
‘untuk apa manusia ada di dunia Kek?’
‘hehehe .. untuk itu kau perlu berfikir, agar tahu untuk apa kau, Nak hidup di dunia ini’
‘kakek tahu, untuk apa kakek ada di dunia ini ?’ Tanya lelaki itu setengah tak mengerti.
‘hehehe .. untuk bertemu dengan kau dan mengatakan, bahwa matahari tak mencintaimu tapi Sang Penciptalah yang mencintaimu, Nak ..’ jawabnya dengan sisa-sisa rentetan mutiara putih di mulutnya.
Lelaki itu tersenyum, sedikit paham. Ia ingin sekali mengenal Sang Penciptanya, ingin sekali berterimakasih, dan ingin mencintai Sang Pencipta. Ia tersadar, bahwa ia adalah manusia yang harus berfikir, bertanya, dan bergerak. Ia bertekad tidak akan menyia-nyiakan detik-detiknya menjadi manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar