Senin, 25 Maret 2013

Indonesia Krisis Moral


Indonesia telah menginjak bulan ketiga di tahun 2013. Itu berarti Indonesia kurang lima bulan lagi akan merayakan ulang tahunnya yang ke-68. Umur yang sudah tua, ibarat pensiun bagi PNS yang sedang berleha-leha dikursi goyang sambil menikmati secangkir teh hangat. Namun sayangnya, Indonesia belum bisa berleha-leha. Masih banyak masalah yang belum terpecahkan di negeri kita ini, bahkan masalah-masalah itu seolah menjadi budaya.
Telah tercetak tebal dan jelas, cita-cita negara dalam Pancasila, Hukum dalam Undang-undang, pegawai-pegawai penegak keadilan berkoar di negeri kita. Namun, masih banyak pelanggaran hukum terjadi hingga membuat daftar  “ujian” negara bertambah.  Parahnya, pelaku “ujian negara” ini tak sedikit dari kalangan berpendidikan dan bergelar. Terlalu sering kita melihat korupsi terjadi dimana-mana, terlalu banyak panggung sandiwara digelar di negeri ini. Terlalu sering pula kita melihat anak jalanan dan keluarga tanpa atap di Indonesia. Tapi juga, terlalu sering kita melihat para penikmat brand-brand termahal.
Kasus korupsi, kemiskinan, pengangguran, dan anak-anak putus sekolah merupakan rentetan masalah di negeri kita. Indonesia hanya bisa berharap pada generarasi-generasi muda sebagai penerus bangsa yang jujur, sehat, dan berani bertanggung jawab. Namun miris ditengah doa Indonesia itu dari tahun ke tahun, hak bahagia anak-anak penerus bangsa dirampas. Pelecehan seksual pada anak di bawah umur merupakan masalah pelik yang harus dihapuskan dari akarnya. 

Pelecehan Seksual pada Anak
Pelecehan seksual pada anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak dimana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual. Tipe pelecehan seksual pada anak dibagi tiga yaitu : pemerkosaan ( termasuk sodomi ), eksploitasi seksual ( mempromosi atau mencari keuntungan lewat anak-anak dibawah umur ), dan perawatan seksual.
Pedofil merupakan perasaan tertarik pada orang dewasa atau lebih tua terhadap anak-anak prepuber. Seseorang yang melakukan tindakan seksual pada anak disebut pedofilia. Menurut Mayo Clinic sekitar 95% tindak pelecehan seksual dilakukan terhadap anak usia 12 tahun atau dibawahnya.
Pelecehan Seksual pada Anak di Indonesia
Berdasarkan laporan Komisi Pelindungan Anak Indonesia (Komnas PA), kekerasan seksual pada anak terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2011 ada 59% kekerasaan seksual, sementara tahun 2012 ada 62% kekerasan seksual. Selama Januari 2013 berdasarkan Indonesian Police Watch terjadi 29 kasus pemerkosaan yang terjadi di berbagai Nusantara. Kasus pemerkosaan ini didominasi korban anak-anak.
Sangat memprihatinkan dan menyedihkan kenyataan di negeri ini terjadi banyak kasus pelecehan pada anak. Anak merupakan aset keluarga dan juga aset negara. Kemajuan bangsa ini akan tergantung pada hasil pendidikan yang kita tanam sejak dini pada anak.
Hukuman berat belasan tahun yang dijatuhi oleh pelaku atau terlibat kasus kekerasan dan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur seakan kurang memberi efek jera pada pelakunya. Buktinya, dari tahun ke tahun pelaku pelecehan seksual masih terjadi dimana-mana.
Tidak ada yang tahu pasti penyebab pelaku melakukan pelecehan seksual pada anak, terlepas dari istilah pedofil. Yang pasti, pelaku merupakan pembunuh. Pemerkosaan mempunyai efek yang besar pada kejiwaan anak, seperti depresi, gangguan stres, kecendrungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada masa dewasa, dan perilaku negative setelah dewasa. Parahnya, banyak kasus yang kita dengar bahwa pelaku pelecehan seksual tersebut adalah orang-orang yang berada disekitar korban.
Siapa yang akan lupa kasus RI (11 tahun) yang terjadi pada awal Januari di Rumah Sakit Umum Persahabatn, Jakarta Timur ?. Bocah ini meninggal karena didiagnosa mengalami radang otak namun juga terjadi kerusakan pada alat vitalnya. Hingga fakta membuktikan bahwa ia telah diperkosa oleh ayah kandungnya sendiri sebanyak dua kali. Kasus pelecahan seksual juga terjadi pada siswi Sekolah Dasar (SD) 9 tahun yang dilakukan oleh Bripda I Wayan Sukartawa, anggota Brimob Polda NTB pada 17 April 2011 di Asrama Brimobda NTB.
Kita tertegun di sini, memikirkan fitrah kemanusiaan manusia. Tindak pelecehan seksual (meskipun tidak pada anak) merupakan pembunuhan nyata yang berkepanjangan. Sebagian masyarakat kita juga masih menganggap korban pemerkosaan adalah aib yang kemudian menganggap tidak ‘suci’ dan menikahkan paksa putrinya dengan pelaku pemerkosanya. Padahal kita harusnya memberi keprihatinan yang mendalam atas musibah korban tersebut. Korbanpun juga berhak memilih siapa calon suaminya kelak. Tidak pantas jika kita mengucilkan para korban pelecehan seksual karena mereka sudah tidak ‘suci’ lalu mematahkan semangat untuk masa depannya. Bagaimanapun korban memiliki hak untuk memilih dan berkembang.
Komnas PA juga meminta penanganan kasus pelecehan seksual pada anak ini dengan tegas. Menurutnya pilar perlindungan anak ada empat, pertama keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.
Pada kasus pemerkosaan, banyak orang yang beranggapan bahwa faktor penyebab pemerkosaan adalah perempuan-perempuan yang berpakaian kurang sopan. Memang tidak dapat disangkal akan kemungkinan ini, namun bagaimana dengan pakaian para anak ini ?. Mereka adalah anak-anak yang rata-rata masih duduk di Sekolah Dasar (SD). Tekhnologi yang serba ‘klik’ dalam menyajikan gambar-gambar dan video porno juga sebagai pemicu seseorang melakukan tindak pelecehan seksual.
Untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual , Seto Mulyadi mengatakan penting untuk memberikan pendidikan seksual pada usia dini dengan memberi pelajaran perbedaan antara laki-laki dan perempuan sehingga anak semakin mengerti tentang keamanan dan kebersihan.
Sangat penting pula sebagai orang tua dan keluarga untuk mengawasi setiap kegiatan yang dilakukan si anak. Orang tua dan keluarga diharapkan saling terbuka sehingga mereka saling mengerti dan menghargai. Dengan begitu pula, anak tidak akan canggung dan takut untuk bercerita apa yang terjadi pada hari-harinya hingga dewasa. Keterbukaan dan komunikasi orangtua dan anak ini sangat penting, terlebih dengan adanya tekhnologi yang tidak semua orangtua bisa memantau. Pendidikan kepribadian anak juga penting untuk selalu diingatkan misalnya memakai pakaian sopan sehingga tidak mengundang perhatian, melarang menulis atau meng­upload foto-foto pribadi yang dinilai kurang sopan, dan tidak memakai perhiasan dan dandanan yang berlebihan di tempat umum. Hindari semaksimal mungkin menjadi pusat perhatian yang ‘negatif’.
Masyarakat juga harus saling mendukung antarwarga untuk menciptakan keadaan yang aman dan sopan. Begitu pula pemerintah dan Negara harus dengan tegas memberi hukuman pada pelaku dan atau terkait pelecehan seksual. Jika hukum sudah lemah maka akan dianggap remeh bahkan tidak digubris oleh pelakunya. Pemerintah juga penting untuk mencanangkan pendidikan seks usia dini dan peraturan-peraturan yang meminimalkan kesempatan kejahatan pelecehan seksual.
Hancurnya Negara dapat dilihat dari moral masyarakatnya. Bangsa Indonesia memiliki nilai moral yang tertera dari agama dan budayanya masing-masing. Nilai-nilai kebaikan dalam agama dan norma budaya diharap mampu sebagai pondasi kita untuk merobohkan niat-niat jelek diri kita masing-masing. Jika moral bangsa tercipta masyarakat yang jujur, aman, dan sehat maka tidak mudah untuk sama-sama membangun Negara kita agar lebih baik dan sejahtera. Kita juga selalu menginginkan bayi-bayi bersih lahir dari rahim-rahim mulia. Semoga.


                                                              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar