Indonesia telah menginjak bulan ketiga di tahun 2013. Itu berarti Indonesia kurang lima bulan lagi akan merayakan ulang tahunnya yang ke-68. Umur yang sudah tua, ibarat pensiun bagi PNS yang sedang berleha-leha dikursi goyang sambil menikmati secangkir teh hangat. Namun sayangnya, Indonesia belum bisa berleha-leha. Masih banyak masalah yang belum terpecahkan di negeri kita ini, bahkan masalah-masalah itu seolah menjadi budaya.
Telah
tercetak tebal dan jelas, cita-cita negara dalam Pancasila, Hukum dalam
Undang-undang, pegawai-pegawai penegak keadilan berkoar di negeri kita. Namun,
masih banyak pelanggaran hukum terjadi hingga membuat daftar “ujian” negara bertambah. Parahnya, pelaku “ujian negara” ini tak
sedikit dari kalangan berpendidikan dan bergelar. Terlalu sering kita melihat
korupsi terjadi dimana-mana, terlalu banyak panggung sandiwara digelar di
negeri ini. Terlalu sering pula kita melihat anak jalanan dan keluarga tanpa
atap di Indonesia. Tapi juga, terlalu sering kita melihat para penikmat brand-brand termahal.
Kasus
korupsi, kemiskinan, pengangguran, dan anak-anak putus sekolah merupakan
rentetan masalah di negeri kita. Indonesia hanya bisa berharap pada
generarasi-generasi muda sebagai penerus bangsa yang jujur, sehat, dan berani
bertanggung jawab. Namun miris ditengah doa Indonesia itu dari tahun ke tahun,
hak bahagia anak-anak penerus bangsa dirampas. Pelecehan seksual pada anak di
bawah umur merupakan masalah pelik yang harus dihapuskan dari akarnya.
Pelecehan Seksual pada
Anak
Pelecehan seksual pada anak adalah
suatu bentuk penyiksaan anak dimana orang dewasa atau remaja yang lebih tua
menggunakan anak untuk rangsangan seksual. Tipe pelecehan seksual pada anak
dibagi tiga yaitu : pemerkosaan ( termasuk sodomi ), eksploitasi seksual (
mempromosi atau mencari keuntungan lewat anak-anak dibawah umur ), dan
perawatan seksual.
Pedofil merupakan perasaan tertarik
pada orang dewasa atau lebih tua terhadap anak-anak prepuber. Seseorang yang
melakukan tindakan seksual pada anak disebut pedofilia. Menurut Mayo Clinic
sekitar 95% tindak pelecehan seksual dilakukan terhadap anak usia 12 tahun atau
dibawahnya.
Pelecehan
Seksual pada Anak di Indonesia
Berdasarkan laporan Komisi Pelindungan
Anak Indonesia (Komnas PA), kekerasan seksual pada anak terjadi peningkatan
dari tahun ke tahun. Tahun 2011 ada 59% kekerasaan seksual, sementara tahun
2012 ada 62% kekerasan seksual. Selama Januari 2013 berdasarkan Indonesian Police Watch terjadi 29 kasus
pemerkosaan yang terjadi di berbagai Nusantara. Kasus pemerkosaan ini
didominasi korban anak-anak.
Sangat memprihatinkan dan menyedihkan
kenyataan di negeri ini terjadi banyak kasus pelecehan pada anak. Anak
merupakan aset keluarga dan juga aset negara. Kemajuan bangsa ini akan tergantung
pada hasil pendidikan yang kita tanam sejak dini pada anak.
Hukuman berat belasan tahun yang
dijatuhi oleh pelaku atau terlibat kasus kekerasan dan pemerkosaan terhadap
anak di bawah umur seakan kurang memberi efek jera pada pelakunya. Buktinya,
dari tahun ke tahun pelaku pelecehan seksual masih terjadi dimana-mana.
Tidak ada yang tahu pasti penyebab
pelaku melakukan pelecehan seksual pada anak, terlepas dari istilah pedofil. Yang
pasti, pelaku merupakan pembunuh. Pemerkosaan mempunyai efek yang besar pada
kejiwaan anak, seperti depresi, gangguan stres, kecendrungan untuk menjadi
korban lebih lanjut pada masa dewasa, dan perilaku negative setelah dewasa.
Parahnya, banyak kasus yang kita dengar bahwa pelaku pelecehan seksual tersebut
adalah orang-orang yang berada disekitar korban.
Siapa yang akan lupa kasus RI (11
tahun) yang terjadi pada awal Januari di Rumah Sakit Umum Persahabatn, Jakarta
Timur ?. Bocah ini meninggal karena didiagnosa mengalami radang otak namun juga
terjadi kerusakan pada alat vitalnya. Hingga fakta membuktikan bahwa ia telah
diperkosa oleh ayah kandungnya sendiri sebanyak dua kali. Kasus pelecahan
seksual juga terjadi pada siswi Sekolah Dasar (SD) 9 tahun yang dilakukan oleh
Bripda I Wayan Sukartawa, anggota Brimob Polda NTB pada 17 April 2011 di Asrama
Brimobda NTB.
Kita tertegun di sini, memikirkan
fitrah kemanusiaan manusia. Tindak pelecehan seksual (meskipun tidak pada anak)
merupakan pembunuhan nyata yang berkepanjangan. Sebagian masyarakat kita juga
masih menganggap korban pemerkosaan adalah aib yang kemudian menganggap tidak
‘suci’ dan menikahkan paksa putrinya dengan pelaku pemerkosanya. Padahal kita
harusnya memberi keprihatinan yang mendalam atas musibah korban tersebut.
Korbanpun juga berhak memilih siapa calon suaminya kelak. Tidak pantas jika
kita mengucilkan para korban pelecehan seksual karena mereka sudah tidak ‘suci’
lalu mematahkan semangat untuk masa depannya. Bagaimanapun korban memiliki hak
untuk memilih dan berkembang.
Komnas PA juga meminta penanganan
kasus pelecehan seksual pada anak ini dengan tegas. Menurutnya pilar
perlindungan anak ada empat, pertama keluarga, masyarakat, pemerintah dan
negara.
Pada kasus pemerkosaan, banyak orang
yang beranggapan bahwa faktor penyebab pemerkosaan adalah perempuan-perempuan
yang berpakaian kurang sopan. Memang tidak dapat disangkal akan kemungkinan
ini, namun bagaimana dengan pakaian para anak ini ?. Mereka adalah anak-anak
yang rata-rata masih duduk di Sekolah Dasar (SD). Tekhnologi yang serba ‘klik’
dalam menyajikan gambar-gambar dan video porno juga sebagai pemicu seseorang
melakukan tindak pelecehan seksual.
Untuk mencegah terjadinya pelecehan
seksual , Seto Mulyadi mengatakan penting untuk memberikan pendidikan seksual
pada usia dini dengan memberi pelajaran perbedaan antara laki-laki dan
perempuan sehingga anak semakin mengerti tentang keamanan dan kebersihan.
Sangat penting pula sebagai orang tua
dan keluarga untuk mengawasi setiap kegiatan yang dilakukan si anak. Orang tua
dan keluarga diharapkan saling terbuka sehingga mereka saling mengerti dan
menghargai. Dengan begitu pula, anak tidak akan canggung dan takut untuk
bercerita apa yang terjadi pada hari-harinya hingga dewasa. Keterbukaan dan
komunikasi orangtua dan anak ini sangat penting, terlebih dengan adanya tekhnologi
yang tidak semua orangtua bisa memantau. Pendidikan kepribadian anak juga
penting untuk selalu diingatkan misalnya memakai pakaian sopan sehingga tidak
mengundang perhatian, melarang menulis atau mengupload foto-foto pribadi yang dinilai kurang sopan, dan tidak
memakai perhiasan dan dandanan yang berlebihan di tempat umum. Hindari
semaksimal mungkin menjadi pusat perhatian yang ‘negatif’.
Masyarakat juga harus saling mendukung
antarwarga untuk menciptakan keadaan yang aman dan sopan. Begitu pula pemerintah
dan Negara harus dengan tegas memberi hukuman pada pelaku dan atau terkait
pelecehan seksual. Jika hukum sudah lemah maka akan dianggap remeh bahkan tidak
digubris oleh pelakunya. Pemerintah juga penting untuk mencanangkan pendidikan
seks usia dini dan peraturan-peraturan yang meminimalkan kesempatan kejahatan
pelecehan seksual.
Hancurnya Negara dapat dilihat dari
moral masyarakatnya. Bangsa Indonesia memiliki nilai moral yang tertera dari
agama dan budayanya masing-masing. Nilai-nilai kebaikan dalam agama dan norma
budaya diharap mampu sebagai pondasi kita untuk merobohkan niat-niat jelek diri
kita masing-masing. Jika moral bangsa tercipta masyarakat yang jujur, aman, dan
sehat maka tidak mudah untuk sama-sama membangun Negara kita agar lebih baik dan
sejahtera. Kita juga selalu menginginkan bayi-bayi bersih lahir dari
rahim-rahim mulia. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar