(Rabu, 06 Maret 2013 – 09.15 WIB)
Puncak kemarahan mahasiswa IAIN
Sunan Ampel Surabaya menguap setelah aksi tutup mulut dan konvoi keliling di
dalam kampus dilakukan sebelumnya selama dua hari. Aksi mereka bukan tanpa meditasi
terlebih dahulu. Pada Selasa (05/03/13, 15.00 WIB) beberapa perwakilan
mahasiswa melakukan dialog pada Pembantu rektor II dan III namun tanggapan
masih menghasilkan pernyataan yang sama. “akan kami usahakan, akan kami
sampaikan ke atasan-atasan terus-terus adanya lembaga itu tidak merta-merta ada
tapi masih melalui diskusi dan pertimbangan yang panjang” jelas Pembantu Rektor
II, Zumrotul Mukaffa.
Hari ini, asap sepeda motor dan
mobil pick-up datang bersama
rombongan demonstran lengkap dengan suara khas knalpot sepeda motor mereka.
Dengan sigap mereka mulai membuka segel pengaman gedung Rektorat yang berupa
lilitan besi. Aksi dimulai dengan teriakan keras dari puluhan demostran.
Mereka menuntut pihak rektorat
untuk menjelaskan Dana Pratikum dan Puspema (Pusat Pendampingan Mahasiswa) yang sejak
tahun 2009 hingga kini masih abu-abu. Dana Pratikum ini dikenai Rp.200.000,-
atau Rp. 300.000,-/semester. Mereka menduga ada praktik korupsi atas hak mereka
tersebut.
Orasi demi orasi terus menggema.
Mereka menginginkan masuk ke dalam Gedung Rektorat yang dihalangi oleh petugas
keamanan kampus. Tak dihindarkan aksi saling dorong terjadi antar mahasiswa dan
petugas keamanan. Akhirnya mereka menunggu kedatangan Abdul A’la selaku Rektor
Kampus di depan gedung.
Menggenakan kemeja putih dan dasi
merah, Abdul A’la menjelaskan hal yang dituntut oleh mahasiswa terkait aliran
dana Pratikum dan Puspema. Menurutnya, dana tersebut memang belum dicairkan
oleh pihak DPR yang memegang kebijakan pencairan dana kampus. Penjelasan dari
Abdul A’la ini masih dinilai belum memberi titik terang, khususnya untuk
mahasiswa semester akhir yang sebentar lagi akan meninggalkan kampus. Bila
sudah demikian maka hak mahasiswa tersebut belum terpenuhi hingga lulus.
“kembalikan uang kami” teriak salah satu demostran diikuti oleh demostran lain.
Ketua Puspema, Boay kemudian
menemui mahasiswa dan mulai menjelaskan terkait dana Puspema selama ini. Ia
mengaku bahwa setiap kegiatan Puspema membutuhkan dana untuk memberi honor
narasumber. “Setiap kegiatan itu ada honor narasumber, kebetulan narasumber
yang ada dari dosen-dosen terbaik di kampus ini” ujar Bapak yang memakai
kacamata ini. Namun mahasiswa tidak sepenuhnya percaya dan terus meminta
transparasi dana ini. Mahasiswa sendiri mengaku memiliki bukti tertulis
anggaran dana Puspema yang ditarik sejak tahun 2009. “lebih dari Rp. 1 Miliyar”
teriak mahasiswa selaku korlap (koordinator lapangan). Membalas penyataan itu,
Ketua Pema tersebut mempersilahkan untuk mengecek keuangan dana Puspema di
Rektorat Bagian Keuangan, “silahkan cek ke bagian keuangan, tanya BPK atau
KPK”. Tak lupa, ia juga meminta maaf bila program Puspema selama ini belum
diikuti secara menyeluruh oleh mahasiswa. Akhirnya, Kepala Puspema masuk gedung
untuk memanggil Bagian Keuangan setelah didesak terkait dana pelantikannya.
Mereka terus berusaha untuk masuk
ke dalam gedung Rektorat. Aksi saling dorong terus terjadi, mengikuti aba-aba
hitungan mundur dari korlap. Petugas keamanan terus menghalangi masuknya mereka
ke dalam. Penungguan penjelasan dari
Bagian Keuangan tidak segera datang. Kamera demi kamera terus menyoroti
bagian dalam Gedung Rektorat. Seketika itu pula, seorang mahasiswa melempar
sebuah pot bunga yang hampir mengenai petugas keamanan. Marah oleh kedua pihak
inipun terjadi, beruntung mahasiswa saling mengingatkan untuk tidak
memperpanjang masalah.
Mereka kemudian meminta selembar
kertas untuk membuat bukti tertulis untuk hasil tuntutan mereka. Kertas tak
kunjung datang, terik matahari semakin menyengat seakan mendukung emosi mereka.
Orasi demi orasi berkumandang, teriakan terus bergema di depan gedung ini.
Penonton semakin banyak terlihat di sekitar tempat kejadian.
Kertas tak kunjung datang juga,
mereka terus berteriak dan bernyanyi, “hati-hati kompor mleduk”. Tak dielak,
nyanyian itupun mengiringi perusakan sarana dan prasana Gedung Rektorat. Mereka
mulai memecahkan pot-pot bunga dari yang ukuran kecil hingga besar. Entah apa
yang dibatin oleh makhluk hidup di dalam pot tersebut, yang pasti mereka rata
dengan tanah. Kalimat “halal” juga bergema dalam aksi ini oleh para demostran.
Salah seorang mahasiswa mencoba melempar batu ke kaca Gedung Rektorat sebelah
kanan, untung saja kaca itu kebal. Tulisan dinding Rektoratpun coba untuk
dirusak. Ketua dan Koordinator demo mengambil sikap untuk mengingatkan
demostran tidak semakin anarkis. Namun disela-sela penjelasan oleh Koordinator
mereka, seseorang telah melempar batu dan menghantam kaca Gedung Rektorat
bagian kiri. Demo semakin ramai, bunyi pecahan kaca semakin terdengar. Demostran
dan penonton berlarian. Secepat itu pula, keadaan semakin tidak kondusif.
Terjadi saling tarik antar mahasiswa, entah untuk mengingatkan atau berkelahi.
Mahasiswa itu saling menarik sampai gerbang kampus. Beruntung, petugas keamanan
kampus telah siap menghadang mereka dan menutup pintu gerbang. Korlap dan
kawan-kawan terus saling mengingatkan tujuan awal demo mereka hingga akhirnya
mereka kembali ke lingkaran tuntutan mereka, meminta transparasi Dana Pratikum
dan Puspema yang tak kunjung jelas.
Setelah pemecahan kaca Rektorat
itupun, mahasiswa berhasil masuk ke Gedung Rektorat. Mereka kemudian menyita 1
buah CPU (Central Processor Unit) Keuangan dan beberapa berkas keuangan.
Tak hanya itu, ada beberapa berkas keuangan telah menghitam dibakar.
Sore hari, terlihat pasukan
polisi telah menetralisir keadaan dan siap berjaga. Mobil stasiun Televisi
Nasional ikut meliput secara langsung
dan berjaga-jaga. Konflik internal kampus ini akhirnya terdengar luas
dimasyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar