Minggu, 07 September 2014

Aksi Teatrikal dari Novel 'Sang Patriot' di Tugu Pahlawan Surabaya




Tugu Pahlawan dibanjiri ratusan penonton. Minggu pagi 07/09/12, penduduk di sekitar daerah Tugu Pahlwan serta dari berbagai kota berdatangan menambah nuansa riuh. Daerah Tugu Pahlawan pada pagi hari memang selalu ramai pengunjung, karena di sepanjang jalannya tergelar berbagai barang dagangan, mulai dari batik, pakaian, sampai pentol atau es krim dengan jinglenya yang khas. Tak salah jika julukan daerah ini juga disebut “TP”, alih-alih anda ingin ke mall (Tunjunga Plaza, red), anda akan diturunkan di tempat monumental ini.
Namun, pagi ini berbeda dengan pagi-pagi biasanya. Lalu lalang terlihat, pemuda dan bapak-bapak mengenakan seragam koloni tempo dulu. Hari ini ada agenda rutin komunitas Roderbrug Soerabaia untuk menampilkan aksi teatrikal. Biasanya, komunitas ini bersama komunitas pecinta sejarah lainnya mengadakan aksi teatrikal sebulan dua kali.  Bertepatan dengan memperingati Jambore, maka tema kali ini adalah ‘ Jambore Sejarah Kemiliteran’. Roderbrug bekerjasama dengan Pemkot Surabaya, dan beberapa sponsor, seperti Metro Fm, heerlijk Gelato, PPCA, ARCinc, dan banyak lagi.
Terlihat, sekelompok berpakaian militer tempo dulu yang berwarna hijau puyeh, dan yang kelompok lain berwarna hijau terang. Terjawab, yang berpakaian hijau muda luntur menggambarkan pejuang Indonesia, sementara hijau tua yang lengkap dengan topi koloni khasnya menggambarkan koloni Jepang. Beberapa pejuang Indonesia terlihat memakai tutup kepala hitam, yang bernama peci.

Tugu pahlawan menjulang dengan megahnya, saya berjalan ke dalam menelusuri tiang-tiang besar lainnya. Relief di sepanjang pintu utama ini menuangkan kisah perjuangan Kota Surabaya. Terlihat, berjejer sepeda ontel dan sepeda motor tua yang klasik. Sekarang saya menanti, aksi teatrikal dari kumpulan komunitas pecinta Sejarah. Komunitas ini terdiri dari Roderburg Soerabaia, KPK (Komunitas Penggiat Kebangsaan), Arhanu, Kopaska, dan Pejuang Malang. Mereka semua akan memainkan aksi teatrikal dari kisah nyata yang ditulis dalam novel ‘Sang Patriot’.
Dikisahkan, ada seorang pejuang Indonesia yang melawan serdadu Belanda di Kota Jember, ia bernama Moch. Sroedji. Sroedji yang bertempur demi kemerdekaan Indonesia ini akhirnya tewas tertembak. Lalu serdadu Jepang dengan sadisnya menyiksa, memukuli, hingga memotong salah satu jari mayat Sroedji. Novel ‘Sang Patriot’ ini adalah buah tangan dari cucu Sroedji.
Teatrikal dimulai, penonton serius menyimak aksi ini. Blitz-blitz photographer terlihat dimana-mana, sambil setengah berlari untuk mengambil angle yang pas. Wartawan sibuk mengambil gambar yang pas dan dramatis. Pejuang-pejuang satu demi satu maju melawan musuh. Selang beberapa menit, satu persatu pula, pejuang-pejuang kita tertembak. Suara tembakan membahana di sana-sini, juga asap menggumpal setelah bunyi letusan. Dalam perang ini, serdadu Jepang berhasil menang. Pejuang Indonesia sedih dan marah sambil mengangkat senjata.
Tidak hanya aksi teatrikal yang dipertontonkan, namun juga ada tarian daerah jawa timuran. Band music keroncongpun siap memeriahkan suasana pagi ini. Ketika matahari agak meninggi, akan ada kontes militer dan tour ke Benteng Kedung Cowek.  Tontonan gratis ini tentu saja tidak hanya menghibur, namun juga memperkaya pengetahuan sejarah. “Tujuan kami mengadakan tontonan ini untuk silahturahmi antar komunitas pecinta sejarah, pecinta sepeda motor tua, sepeda ontel tua, dll. Lebih ditekankan lagi agar masyarakat, khususnya kaum muda, pelajar hingga mahasiswa mengerti sejarah dan mengingat perjuangan pejuang kita” terang Robin selaku Ketua pelaksana.
Aksi teatrikal yang mengundang adrenalin ini perlu kita lihat dan renungkan, khususnya bagi kaum muda, pelajar sampai mahasiswa. Agar kita tahu betapa susahnya arti sebuah kata ‘merdeka’ dan betapa pentingnya untuk mempertahankan makna arti ‘merdeka’. Ingatlah kita pada semboyan dari pidato Bapak Proklamator, “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”.

2 komentar:

  1. Mohon maaf. Untuk koreksi. Letkol Moch. Sroedji bertempur melawan Belanda bukannya Jepang. Terima kasih. Semoga berkenan :)

    BalasHapus
  2. Oh, maaf berarti saya yang salah :) terimakasih atas pembenarannya :)

    BalasHapus