Selasa, 27 Mei 2014

Aku menulis ini tanpa alasan apa-apa, kecuali sebentuk rasa kagum nan iri padanya.

Seseorang itu tak jauh dari tempat tinggalku, adik kelasku yang umurnya sama denganku.
Kau dan aku mungkin tak akan melihat raut mukanya secara jelas, bukan karena ia tak terlihat. Hanya saja, terkadang kita mengelak melihat sesuatu yang dianggap ‘jelek’. Kau mungkin tak mudah menemukan aura wajahnya bahagia, kau hanya mendapati ia dengan gayanya yang dianggap oleh kita ‘jelek’. Lagi-lagi. Kau juga mungkin akan berfikir beberapa detik untuk berjabat tangan dengannya, karena kau akan mengatakan ia ‘jelek’.
Setelah ini, kau mungkin penasaran seberapa ’jelek’nya ia ?
Aku sering melihatnya di depan tempat kerjanya, menanti pelanggan. Ia duduk dengan adanya, pantatnya menyentuh bongkahan bata, bukan kursi. Tak jarang, aku melihatnya tersenyum padaku, kau tak akan mudah mendapatkan ini, ia memberikannya padaku karena ia menempatkan dirinya sebagai tetanggaku. Aku juga sering mendengar ceritanya bukan dari bbirnya langsung, hanya suara angin.

Tentang mitos suara angin, mungkin kau tak akan percaya, ketika kau berbicara di sebuah lubang kecil di dalam tanah, perkataan itu akan terdengar di telinga orang lain. Anginlah yang membisikkan pembicaraan itu di gendang telinga orang lain.
Kau masih penasaran seberapa ‘jelek’nya ia ?
Kukatakan dengan penuh rasa kagum padanya, ia seorang lelaki bertubuh kekar. Seorang yang memiliki keahlian dibidang khusus, yang sampai saat ini digandrungi oleh remaja –ngeband-. Ia memiliki jari-jari yang tenang hingga gitarnya mengeluarkan nada-nada yang macho. Kau akan heran melihat dirinya penuh dengan gambar-gambar berseni. Gambar yang membuatnya mengeluarkan cairan merah alaminya. Dan di beberapa inderanya, ada sebuah lubang untuk menempelkan barang pernak-perniknya. Kau tak perlu khawatir melihatnya mengibaskan rambutnya yang panjang, karena ia rajin membersihkannya.
Apa kau akan sama kagumnya denganku ?
Setiap anak terlahir lewat rahim ibu. Hari itu, ia memegang setumpuk uang yang tak mudah ia dapatkan. Ia perlu menabung berbulan-bulan dan menguras keringat dari atas panggung ke panggung. Ia ber’puasa’ mengorbankan keinginan pribadinya untuk menabung. Kemudian, setelah rupiah-rupiah terkumpul, ia menuju sebuah Toko Elektronik, membeli kontan sebuah mesin cuci. Dengan dada yang sesak, ia mengetuk pintu rumahnya, dan mengucapkan ‘Selamat Ulang Tahun’ pada iibunya.
Mengecup tangan sang ibu, dan membukakan sebuah kotak berisikan kue ulang tahun, lengkap dengan lilin berujar ‘51’. Mata ibunya berbinar, rasa letih yang ia alami selama bertahun-tahun terbayar lunas dengan sebuah kue ulang tahun. Kue ulang tahun yang mengingatkannya bahwa umurnya sudah setengah abad lebih. Kue ulang tahun termanis yang pernah ia cicipi.
Mungkin, kau tak akan melihatnya meneteskan air mata untuk rasa kebahagian yang dalam. Ia, dengan tato-tatonya selalu bersikap laki. Tak lama, ia mulai mengalihkan pandangan pada adiknya. Membuyarkan semua kisah romantis yang sukses dibuatnya. Yang berhasil melelehkan hati seorang wanita sejati.
Kau dan aku mungkin terlupa akan mahalnya harga sebuah mesin cuci. Namun yang kita ingat hanya sebuah sikap tulus dari seorang laki-laki. Kelembutan hatinya, terkode saat ia menancapkan lilin berangka itu di atas mentega manis warna-warni.
Terlepas dari semua bentuk penampilannya, aku begitu yakin ia sama halnya dengan yang lain, memiliki jantung, paru-paru, usus, darah, dan sebuah hati. Bagaimanapun, ia mengajarkanku kelembutan hati. Aku kagum padanya.
Kau sudah merasa kagum padanya ? J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar