Aku
mengingat-ngingat dimana liontin-liontin koleksi ibu tergantung dirantai
lehernya. Dari yang berbentuk tetesan air, bunga, hati sampai bentuk-bentuk
abstrak lain. Di liontinnya tak sedikit yang bermata putih bening atau hitam
mengkilap. Sekarang, bahkan rantainya tak dapat kulihat.
“assalamualaikum“ ujarku memasuki rumahku yang
sekarang terlihat kosong
“wa
alaikumsalam“ jawab ibuku tetap dengan senyumnya, “ ayo makan . .“
Itulah
kalimat yang selalu keluar dari mulutnya. Kalimat yang selalu menyejukkan meski
keadaan rumah tidak selalu sejuk.
“iya, sebentar bu, mau ke
kamar dulu “ jawabku seolah cuek
Aku
masuk ke kamarku, kemudian duduk di meja belajarku dan membuka buku bersampul
pink berfotokan teman-temanku semasa SMA. Kemudian aku mulai menulis diary yang
telah kosong selama tiga hari. Aku mulai meringkas kejadianku selama itu.
Setelah usai meluapkan rasa rindu pada diaryku, aku mulai menatap kalender.
Sebentar lagi UAS kuliah, sebentar lagi pula pembayaran uang semesteran
kuliahku. Aku mulai penat lagi. “ hoh “. Aku mulai melihat seisi kamarku, aku
mengelus laptop Compagku, aku tak akan pernah ingin kehilangan benda ini. Lalu
aku tersadar botol minyak harum bunga lilyku kosong, aku mulai menghela nafas
lagi, “ hoh “
Pagi
yang cerah, aku selalu merasakan udara pagi segar seperti ini. Aku bangun untuk
solat subuh. Ayah dan ibuku sudah bangun sejak awal subuh tadi. Aku mulai
membantu pekerjaan rumah seperti biasa. Di sela aku mencuci piring, ibuku
bertanya, “ aisyah, ibu boleh nda pinjem laptopnya ?” tanyanya sambil mengaduk
sayur yang dimasaknya.
Aku
mengernyitkan dahi, heran. “ buat apa ibu laptop ?”
“
mau ibu gadaikan dulu, uang Ayah dan Ibu habis, disekolahkan dulu laptopnya, insyaallah
dua tiga bulan kok Ai .. “ ujarnya tetap dengan suara lembut
Aku
mulai panas mendengar Ibu berkata seperti itu, aku heran, marah, sedih,
bingung. Semuanya bercampur. Aku terdiam berfikir, aku tak pernah melawan
wanita perkasa nan lembut di depanku ini. Air sudah terasa meleleh dalam
hati.
“eh
eh ini liat, lowongan guru privat .. “ ujar Ria, salah satu temanku yang ingin
sekali bisa bekerja dan kuliah.
Aku
meliriknya kertas itu sebentar, otakku tak ingin memikirkan apapun.
“ayo
coba, ih lumayan Rp. 25.000/jam. Seminggu cuma tiga kali, enteng buat anak
kuliahan. . ayo coba, sms ke nomer berapa ?” jawab Fai sama antusiasnya, mereka
mulai mencatat nomer LBB tersebut. “ kamu juga ya Ai ?” pintanya lagi
“kamu
ada masalah ya ? akhir-akhir ini kamu diem terus “ kata Ria menebak, “ oh ya
Ai, kamu pinter bahasa inggris lho ! “ tambah Ria lagi
“
hoh. . hemm, makasih “ jawabku seraya berlalu
“Ibu
tahu kan kalo Ai sayang banget sama laptop Ai, kenapa Ibu mau gadaiin ? “
tanyaku dengan sedikit meninggi, sebenarnya aku merasa sedih mendengar kalimat
ini keluar dari bibirku
“iya,
ibu tahu, makanya ayah suruh ibu tanya Ai dulu, kan cuma sementara, nantinya insyaallah
bisa ditebus Ai “ jawab ibu tetap pelan dan lembut
“bisa
ditebus, trus dimana sekarang perhiasan
Ibu ? sudah dua hampir tiga bulan malah nda kelihatan sama Ai,
dimana liontin Ibu ? kalo ayah nda bisa nebus laptop Ai gimana ? Ai biasa pake
laptop itu buat semuanya, kalo nda ada laptop trus Ai gimana ? Ai nda mau “ ujarku
lebih tinggi. Diriku sudah dikuasai setan.
“
. . . Ai, kalo memang nda boleh ya udah, . . ibu juga sayang sama liontin ibu,
tapi semuanya kita kembalikan sama Allah, semuanya pasti ada hikmahnya Ai“ ujar
ibu seraya menghela nafas
“memang
ayah punya hutang berapa sampai kita hidup semerana ini ? Ai nda pernah makan
direstoran lagi, udah nda pernah nonton ma berenang lagi. Ibu juga sekarang masak kebanyakan
tahu tempe sama sayur aja,
Ai juga kangen steak, pizza, seafood. Hoh . . bahkan minyak harum Ai
sudah habis, nda tau bisa beli lagi atau nda. . . Sekarang uda beda sama yang
dulu” tambahku mulai meluapkan pendaman hati selama tiga bulan terakhir ini
“Ai
. . ayah sedang terlilit hutang karena usahanya ada masalah. Ayah nda bisa
berhenti ditengah jalan trus ngebatalin semuanya, ayah juga perlu modal buat client
lain. Sekarang harta kita sedang dibuat modal lagi. Dan mungkin ini jauh dari
perkiraan kita, ini bisnis Ai. Pasti ada resiko di setiap bisnis. Ayah sama Ibu
lebih menginginkan doa dari Ai ke Allah. Ai nda boleh mengeluh apapun dihidup
ini, ini cuma cobaan Ai . . nda ada bedanya sekarang sama dulu, kita tetap
bertiga” kali ini Ibu menjawab dengan menunduk. Mungkin terlalu kasar aku
berucap padanya, namun bibirku seolah menarik hati untuk terus keluar berbicara,
“ tetaplah jadi anak penurut Ai, jangan sampai dirusak hanya karena masalah
materi. Izinkan ayah pinjam sebentar, ayah sama ibu minta doanya juga, Ai “
ujar ibu sekarang dengan melihat mataku.
Aku
menunduk, yah, itu intinya. Setan benar sedang merayakan kemenangannya atas
diriku. “ Ai tidak membedakan cara ibadah Ai dari dulu sampai sekarang, tidak
ada bedanya. Tapi kenapa di dunia sekarang berbeda. Allah sudah tidak mendengar
doa Ai lagi, Allah nda sayang lagi sama keluarga Ai, Allah tidak adil”
Lallaalaalaala nananana. Alarm Hpku
berdering menunjukkan waktu subuh telah tiba. aku menekan tombol untuk perintah
stop. Lalu bantal kutindihkan pada mukaku. Selang beberapa menit, ibu
mengetuk pintuku dengan agak keras, “ ayo sudah siang, subuhan dulu Ai “
Lelah
seharian di kampus. Wajahku menengadah ke atas, mulai memperhatikan
langit-langit kamarku. Kemudian melihati dinding-dindingku yang bertempelkan
dimana-mana wajah-wajah tokoh kartun Doraemon. Aku mengalihkan pandanganku pada
sebuah meja belajar. Seperti lebih tampak rapi pikirku. Beberapa detik
kemudian, aku tersadar, laptop dan peralatan laptopnya sudah tidak ada di atas
meja lagi. Aku segera berlari keluar kamar dan bertanya pada Ibu, Ibu mulai
menjelaskan dimana laptop. Dengan terisak, aku mulai bertanya pada Ayah yang
sepertinya sedang serius berfikir,
“Ayah.
. itu laptop Ai “ protesku dengan tetesan air mata, “itu punya Ai, Ai
nda mau, Ai nda ikhlas “ marahku
“itu
juga punya Ayah, jangan cengeng hanya karena laptop nda ada, Ayah cuma pinjam
sebentar” jawab ayah santai dan menusuk hatiku. “Ayah tahu perasaan Ai, tapi Ayah
berusaha dan berjanji laptopnya di ambil, Ai berdoa dan belajar aja” tambah
Ayah setelah beberapa detik hening
“Ayah
jahat, ini semua karena Ayah, kita jadi hidup merana seperti ini, Ayah tidak
bisa membahagiakan Ai dan Ibu “ ujarku keras dan menyakitkan hatinya
Ayah
dengan memanglingkan wajah ke mukaku dengan cepat berkata, “lebih banyak mana Ayah
meminjam barang Ai dibanding Ai meminta barang-barang pada ayah ? jangan berani
sama orang tua Ai, Ayah sibuk, jangan buat Ayah marah, Ai belum pernah tahu
bagaimana cara mendapatkan uang, bukan hanya menengadahkan tangan pada orang
lain“ jawab Ayah tetap acuh.
Aku
meninggalkan ayah dan berkata dalam hati, “hoh, Ai juga bisa cari uang”
“ketik
nama-alamat-kampus-fakultas-jurusan-semester-ipk kirim ke 081 231 330 910” ujar
Fai menjelaskan cara melamar pekerjaan menjadi guru les privat.
Dengan
diiringi dua sahabatku ini, aku mengetik tombol-tombol pada Hp. Dan kemudian mengirimnya.
Send. Delivered.
Rabu
05-12-12 07.21
Diary,
“hmm.
. hi, how are you today ?”
Aku
mengingat hari pertama perkenalanku pada anak kecil berusia 5,5 tahun itu, dia
adalah muridku. Namanya Katherine. Biasa kupanggil, Kath. Dia sekolah di TK
Besar Internasional, dia keturunan Cina asli non muslim. Pertama kali bertemu
aku masih mengingat, aku begitu heran melihatnya kegirangan menyambutku untuk
mangajarinya membaca. Dengan bahasa Inggris percakapan sehari-hari, kami
menjadi terbiasa. Setiap aku datang dan pulang, Kath selalu memelukku. Awalnya
geli melihat tingkahnya yang aktif, tidak seperti anak perempuan yang kalem dan
pemalu pada umumnya. Kath suka bertanya tentang semua hal. Benar kata ayah
mencari uang itu tidak mudah, perlu kerja keras (maafkan Aisyah Ibu, Ayah L).
Rumah Kath berjarak cukup jauh dari rumahku sehingga aku perlu mengendarai
sepeda motor dalam 1 jam. Kulitku jadi lebih hitam daripada kemarin. Yang didapat hanya 25ribu perjam, padahal dulu kalau
makan di restoran bisa habis ratusan ribu persatu kali makan. Hoh. Btw, nda
terasa sudah 1 bulan aku jadi guru les
privat. Kath anak pintar. Aku juga tetap
mengajarinya pemakaian bahasa Indonesia, setidaknya dia harus menyadari bahwa
dia hidup di Indonesia. Kadang aku dan Kath berbisik-bisik saat menggunakan
bahasa Indonesia karena Ayahnya sangat disiplin penggunaan bahasa Inggris dalam
sehari-hari. Kath tidak hanya diajari olehku, tapi aku juga belajar darinya.
Istilah bahasa Inggrisku semakin banyak dan lancar. Mama Kath orang yang baik,
kadang kalau Kath masih ingin belajar, aku disuruh mengajar sampai isya tiba
sehingga tak jarang aku sholat maghrib di sana. Kath juga mengajariku memiliki
adik, aku merasa Kath adalah adikku sendiri. Kami hanya berbeda suku. Mama Kath
sama seperti Kath, tipe orang periang yang selalu tertawa dan hangat, sanguinis.
“.
. . , dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia” QS. Ar-Rad : 11
Sabar
menghadapi segala macam musibah dan selalu bersyukur bila musibah itu sudah
dihindarkan itu hendaknya ada pada seseorang yang beriman dan ia harus selalu
memberi penilaian yang baik bahwa semua yang terjadi selalu ada hikmahnya.
Dengan sabar akan memancarkan sinar, memelihara muslim dari kebinasaan, dan
memberi hidayah yang menjaga putus asa.
Ditengah
malam, aku mengingat tulisan yang kudapat dari buku mata kuliah Akhlak
Tasawufku. Selesai melaksanakan shalat malam, aku mulai menangisi dosa-dosaku.
“Ya Allah .. aku sempat berkata kasar kemarin pada-Mu, ampuni dosa hamba yang
lemah ini”. Malam yang dingin seperti menelanjangi tubuhku mengingat dosa.
Benar,
dengan ikhlas dan menerima semua yang diberikan oleh Allah SWT mampu
melapangkan hatiku. Ini semua membuat hatiku tidak berbeda baik dalam keadaan yang
dulu atau sekarang. Aku melirik meja belajarku, menatap kosong masih tanpa
laptop. Namun aku tersenyum, aku mengikhlaskan segalanya pada-Nya. Bukankah tak
ada sedikitpun hal yang benar-benar kumiliki didunia ini ? Semua hal apalagi benda
mati seperti laptop benar-benar milik Allah. Hatiku terasa lebih luas. “Tak ada
yang perlu kutangisi. Aku benar-benar ketiadaan didunia ini” ujarku sendiri
meniru istilah Pak Dosen Tasawufku.
Fajar
dengan lembut menerpa wajahku beserta aroma subuh yang
tak tertandingi. Aku
memeluk Ibu saat ditengah menggoreng tempenya. Dengan malu aku mulai merindukan
pipi harum Ibu, tanpa suara aku mulai merangkulnya dan menciumnya. Dalam hati
aku menertawakan diriku sendiri karena begitu cengengnya dalam menghadapi masalah
materi hingga melupakan pipi Ibu yang hampir tiap pagi kusentuh dengan lembut.
Ayah dengan diam-diam melihatku bersama Ibu dibalik koran yang sedang dibacanya,
kemudian dengan kikuk tersenyum padaku setelah ketahuan aku juga memperhatikan
tingkahnya. Dengan mengerahkan
keberanian, aku mengatakan, “maafkan Ai Ayah,
Ibu, Ai sadar sekarang. Terimakasih selama ini telah mengajari Ai hidup”. Dengan cepat mereka mengembangkan senyumnya. Mungkin,
meskipun aku tidak meminta maaf kepada mereka, mereka akan memaafkan
kesalahanku. Itulah cinta kedua orangtua pada anaknya.
Masih adakah yang perlu aku ingkari nikmat Allah yang diberikan
padaku hingga detik ini ?.
“sukron Allah “. Aku
berada ditaman surga.
Kath
memakan mie instan mentah. Agak lama dia mengamati bungkusnya, kemudian aku
bertanya, “what are you doing, Sweet ?”
“hmm
. . always in food pack, I read it, ha-la-l, what the meaning ?”
“hoh
.. ( dengan sedikit ragu dan heran, aku
mencoba mengingat ingin memberikan jawaban terjelas untuk anak seusianya ) halal
is not use all of from pigs and dogs, hehe” ujarku cengengesan
“ohh
. . why ? my mom don’t forbid about it. Why there are different ? “
“hmm
. . halal is special for Islam religion”
dengan sangat ragu aku menjawab singkat, apa Kath mengerti tentang agama ?, “so,
let’s study now, hehe” tambahku mengalihkan pembicaraan
“i’m
still not understand about it, about religion. What that is religion ? agama
. . agama Kath Kristen, mbak Aisyah apa ? why it different, too ?”
Aku
ingin menyudahi pembicaraan ini, aku takut semakin memperpanjang masalah. “hehe,
Miss is muslim, Islam. We aren’t different, we are same human, more same female
Sweet, okay “ ujarku dengan senyum lebar
“hoh
. . so you wear a cloth hmm .. twist in
your head, your neck ? hmm . . it’s like my suster . . she is religious sister“
tanyanya lagi. Benar, mata anak kecil selalu polos,
bersih, terlalu bimbang menghadapi perbedaan di dunia ini.
Kath
selalu ingin tahu, dia mengamati hal disekelilingnya, aku akan menjelaskan apa
yang akan ditanyanya, “yes, it is veil jilbab atau kerudung, you are
right is like your cloth suster but those are something different. For muslim,
veil for cover up menutupi for my hair and neck. So i seen elegant and
respectful sopan, Kath, if you grow still of age, you know why me use it
and other people use different”
“hoh
. . ( desis Kath meniru gayaku, dengan kerlingan mata ke atas ) i want
to try use it, use veil is elegant, hehe” katanya dengan tatapan mengharap
pada kerudungku. Tak disangka, Kath mulai menarik taplak meja dan melilitkannya
pada lehernya. Aku panik namun pura-pura tertawa seraya menjelaskan bukan
menggunakan kain itu, alih-alih agar tidak kelihatan oleh mamanya. Kath yang
polos tetap menyombongkan gigi-giginya.
Terik
matahari seperti membakar kulitku, aku jadi mengingat api di neraka nanti, tak
sedikitpun aku menginginkan itu. Naudzubillah. Setelah membungkus
tanganku, aku mulai menaiki Vario hitamku menuju rumah Kath. Aku kembali
mengingat pembicaraan kami 2 hari yang lalu, aku tersenyum.
Sebelum
makan malam perayaan ulang tahun Kath dimulai, Aku izin untuk shalat terlebih
dulu dikamar pembantunya yang juga Islam. Kath sering bolak balik dapur dan
melihatku saat shalat. Tiba-tiba seusai salam, suara Kath terdengar dari
belakangku,
“what
are you doing, Sis ? “ untuk pertama kalinya
Kath memanggilku ‘Sis’ dan menanyakan apa yang kulakukan seusai shalat.Ini akan
menjadi panjang, pikirku. “hoh . . i’m scared, hehe. I praying, Sis “
“
hehe, that is do only for muslims, too
?” tanyanya ingin tahu
“
he em . . happy birthday for 6, my sweet’s sis ? “
Lagu
selamat ulang tahun menggema di ruang makan Kath yang mewah. Semua masakan
kesukaan Kath ada di depan mata. Kath tampak bahagia menikmati masakan
pembantunya. Orangtua Kath memang orang baik, mereka juga mempersilahkan
pembantu-pembantunya duduk untuk makan dan bernyanyi bersama. Tak lupa, Nenek
dan Kakek juga keluarga dekatnya ikut makan bersama dijamuan malam ini. Kath
berkali-kali memuji dan bercerita orang-orang di sini. Di sela menikmati dessert,
Kath yang berada didepanku turun mendekati tempat dudukku dan mulai
memegang kerudungku seraya berkata, “ when I can pray like you ? Do you want
to learn me how to pray like you ?” ujarnya memohon. Kami semua terpaku,
diam. Aku bingung entah harus bagaimana. Aku benar-benar tak mengira Kath
berkata seperti itu. Pipi dan kupingku terasa panas.
“
stop it Kath, you pray with mom and dad in church, is same too “
ujar Ayahnya sedikit dengan nada tinggi. Mamanya dan keluarga lain terlihat
tegang melihat suasana ini.
Aku
tersenyum menatap Kath, dia benar-benar adikku.
“i
want dad, is very calm. .” jawab Kath polos, belum
mengerti.
Aku
menatap Ayahnya dan cepat menunduk, aku tahu sebentar lagi aku akan dipecat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar